Kini aktifitas keseharian Inaq
Nurmiah sebagai penjual jagung bakar, kegiatan ini dia lakukan semenjak adanya
event turnamen sepak bola Labuan Lombok Cup yang sudah berlangsung tiga bulan
yang lalu. Wanita paruh baya ini harus menafkahi keluarga, sehingga mau tidak
mau harus bekerja keras guna mendapatkan rupiah agar penghidupan bisa
berlangsung.
Berjualan jagung bakar
merupakan salah satu alternative kerjaan yang bisa dilakukan diusia yang mulai renta
ini, fisik yang sudah mulai melemah.
Ba’da Asyar Inaq Nurmiah harus bergegas
menuju lapangan Sandubaya Labuan Lombok guna memulai aktifitasnya, Tidak banyak
dibutuhkan alat, hanya berbekal alat kipas dari anyaman bambu serta
dengklek yang digunakan untuk duduk. Sementara kayu bakar untuk membakar jagung
dia peroleh dari hasil berkebun, ranting-ranting pohon yang tidak digunakan
oleh pemilik kebun dikumpulkan untuk selanjutnya dikeringkan.
Untuk jagungnya sendiri Inaq
Nurmiah mengambil langsung ke petani jagung yang ada di desa Apitaik dan
sekitarnya, bahkan tidak jarang dengan maksud bisa memberikan harga lebih murah
oleh petani, Inaq Nurmiah metik sendiri diareal persawahan. Jenis jagung yang
dijual ada dua yaitu jagung ketan dan jagung manis. Untuk jagung manis Inaq
Nurmiah biasa membeli dengan harga Rp. 10.000,- untuk 7 sampai 8 tongkol dengan
harga jual 2 ribu rupiah, sementara untuk jagung ketan belinya perkarung, dengan
harga 80 ribu sampai 100 ribu, dan dijual kembali dengan harga seribu rupiah .
Menurut penuturan Inaq Nurmiah
penghasilan hariannya dari berjualan tidak menentu tergantung banyaknya
penonton yang menyaksikan sepak bola, kalau club yang main diunggulkan maka
penontonnya banyak yang berdampak pada banyaknya pembeli, rata-rata yang
diperoleh antara 100 ribu sampai 150 ribu perharinya. Bukan saja Inaq Nurmiah
yang berjualan jagung bakar dilokasi turnamen tapi ada belasan lainnya. Yang menjadi
penyemangat Inaq Nurmiah walaupun banyak penjual yang sama kalau sudah rejeki
ya akan datang juga, imbuhnya.
Selama berjualan dilapangan sepak
bola tersebut para pedagang, tidak terkecuali Inaq Nurmiah, dipungut biaya
kebersihan oleh pihak panitia dan pengelola lapangan sebesar seribu rupiah
perhari, Inaq Nurmiah yang mewaliki para pedagang yang lain tidak merasa
keberatan, malah mereka merasa bersyukur diberikan lahan untuk berdagang. Yang
jadi permasalahan kedepannya paska turnamen ini para pedagang ini mau melakukan
aktifitas apa…? Nah itu jadi PR dari para pemimpin guna lebih memberdayakan
masyarakat melalui program-program yang
pro terhadap rakyat miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar