"KERJA CERDAS, KERJA KERAS, KERJA IKHLAS"
Slogan di
atas pasti pernah kita dengar. Bahkan setidaknya di setiap sekolah slogan
tersebut telah dipampang. Lalu apa yang ada dibalik makna slogan tersebut?
Slogan
tersebut adalah implementasi dari sikap profeisonalisme guru terhadap tanggung
jawabnya sebagai pendidik di sekolah. Namun untuk lebih jelasnya marilah kita
jabarkan satu per satu makna slogan tersebut.
Kerja Cerdas. Guru dituntut untuk
menjadi pribadi yang tidak hanya pintar
melainkan cerdas. Maka antara pintar dan cerdas akan memiliki perbedaan disini.
Pintar maksudnya adalah seseorang memiliki pengetahuan baik umum maupun khusus
namun masih sebatas teori dan pemahaman. Cerdas adalah aktualisasi dari
kepintarab itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Cerdas bisa dikatakan
kreatif dan inovatif. Maka pemilihan kata cerdas di slogan tersebut sangatlah
tepat untuk menggambarkan kepribadian guru yang selalu diharapkan mampu menjadi
self-motivator di setiap kesempatannya.
Kerja Keras. Kita semua pasti setuju
jika keberhasilan seseorang didapatkan dari
sebuah kerja keras yang konsisten. Setelah cerdas, guru diharapkan untuk
bekerja keras untuk meningkatkan kinerjanya. Kecerdasan yang dibarengi dengan
sikap kerja keras akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan
anak didik di masa yang akan datang.
Kerja Ikhlas. Tentunya setelah paket
kecerdasan dan kerja keras dimiliki oleh seorang guru, sikap ikhlas pasti
sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan itu semua. Kecerdasan akan ilmu pengetahuan akan
teraktualisasi dengan baik jika dilakukan dengan kerja keras yang disertai
dengan keikhlasan untuk melakukan perubahan kea rah yang lebih baik.
Dewasa ini, keikhlasan menjadi semakin mengabur dan tidak memiliki neraca
yang pasti untuk kita dapat mengukurnya. Secara tidak langsung hal ini telah
menghapus ingatan kita bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Pamor ini
tergerus seiring dengan kebutuhan hidup yang begitu real dan membutuhkan perhatian yang serius. Maka di kemudian hari
kita jumpai adanya insentif-insentif ekstra, Gaji 13, Sertifikasi PNS atau yang
lainnya. Keikhlasan untuk berbuat baik semakin hilang dengan idealisme dan ke-realistisan hidup yang semakin nyata.
Maka secara tidak langsung, slogan di atas menjadi semacam sindiran bagi
semua guru di Indonesia baik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun
yang bukan. Tidak akan menjadi salah jika sifat realistis menjadikan kita
semakin menghitung segalanya melalui materi. Namun menjadi tidak etis jika kita
tidak mau mendidik generasi penerus hanya karena gaji tidak dibayar. Dan secara
tidak langsung akan mencederai imej bahwa para pendidik sekarang menjadi
materialistis. Nah, bukankah kita ingin
melihat anak-anak kita kelak menjadi anak-anak yang cerdas lagi ikhlas?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar