Jumat, 21 Juni 2013

Surat Buat Bapak Presiden


Pak Presiden yang baik,
bila harga BBM naik, dengan gagah dan baik hati konon
Bapak akan memberi kami kompensasi
Bapak akan membuat kami mengantre untuk mendapatkan uang bantuan agar kami tak merasa kesulitan. Tapi, pikiran kami sederhana saja,

Pak, benarkah Bapak suka melihat kami mengantre panjang mengular dari
Sabang sampai Merauke? Kami tidak suka itu, Pak. Kami tak suka
terlihat miskin,

apalagi menjadi miskin.
Kalau memang Bapak punya uang untuk dibagikan kepada
kami,pakailah uang itu, kami rela meminjamkannya untuk menyelamatkan ‘perekonomian nasional’ yang konon sedang gawat itu.

Tak perlu naikkan BBM,pakailah uang kami itu: kami rela meminjamkannya untukmenyelamat­ kan bangsa!
Hidup kami sederhana, disambung lembaran-lembar­ an uang recehan.
Ilmu hitung kami kelas rendahan:
berapa untuk makan sehari-hari, uang jajan anak sekolah,
biaya transportasi, biaya listrik bulanan, dan kadang-kadang
cicilan motor, dispenser atau DVD player. Tak perlu kalkulator. Bila
sedang beruntung, kami bisa punya sisa uang untuk jalan-jalan di akhir pekan. Bila sedang sulit, kami tidak kemana-mana, Pak:
Kami mencari kebahagiaan gratisan di televisimeski kadang kadang
justru dibuat pusing dengan berita-berita tentang beberapa anak buah
Bapak yang korupsi.

Bila perlu, berdirilah di hadapan kami, katakan apa yang
negara perlukan dari kami untuk menyelamatkan kegawatan bencana
ekonomi negara ini? Bila Bapak perlu uang, kami akan
menjual ayam, sapi, mesin jahit, jam tangan,
atau apa saja agar terkumpul sejumlah uang untuk
melakukan pembangunan dan penyelamatan perekonomian
bangsa. Bila Bapak disandra mafia, pejabat-pejabat­ yang
bangsat, atau pengusaha-pengu­ saha yang menghisap rakyat,
tolong beritahu kami: siapa saja mereka? Kami akan
bersatu untuk membantumu melenyapkan mereka.
Tentu saja, semoga Anda bukan salah satu bagian dari mereka!

Pak Presiden yang baik,
Dengarkanlah kami, berdirilah untuk kami, berbicaralah
atas nama kami, belalah kami: maka kami akan selalu ada,
berdiri, bahkan berlari mengorbankan apa saja untuk membelamu. Berhentilah berdiri dan berbicara atas nama sejumlah pihak—membela
kepentingan-kepentingan golongan. Berhentilah jadi bagian dari
mereka yang ingin kami benci sampai mati. Jangan jadi penakut, Pak
Presiden, jangan jadi pengecut!
Buanglah kalkulatormu, singkirkan tumpukankertas di
hadapanmu, lupakan bisikan-bisikan penjilat di sekelilingmu! Lalu
dengarkanlah suara kami, tataplah mata kami:
tidak pernah ada satupun pemimpin di atas dunia yang
sanggup bertahan dalam kekuasaannya jika ia terus-menerus menulikan
dirinya dari suara-suara rakyatnya!

Pak Presiden, Sekali lagi, tentang kenaikan harga
minyak, barangkali kami memang tak pandai berhitung.
Tapi, sungguh, kami tak perlu menghitung apapun untuk untuk
memutuskan mencintai atau membenci sesuatu; termasuk mencintai atau membencimu!


Dipetik Dari seorang Facebooker...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar